Zaman modern saat ini tidak akan terlepas dari kata haus akan informasi, banyak yang mengatakan bahwa sebagai manusia cerdas kita harus sigap dalam memperoleh informasi. Memperoleh informasi tidak hanya sekedar mendapatkan informasi terbaru saja, namun bagaimana kita dituntut kritis terhadap informasi yang baru kita temukan mampu menyaring yang fakta dan hanya sekedar opini masyarakat saja. Informasi dapat dengan mudah didapatkan oleh generasi milenial tentu sangat cekatan dalam meperolehnya melalui buku-buku bacaan, CD, video, google dan tentunya mudah melalui media social atau sosmed. Nah, informasi yang bermutu tentu diperoleh dari seseorang yang memiliki kemampuan dalam menerapkan potensinya saat melakukaan kegiatan membaca, menulis, dan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan ini, inilah yang dimaksud dengan literasi.
Literasi terikat dengan minat baca, minat baca seseorang harus di bentuk sejak usia kanak-kanak. Anak yang sedari kecil diperkenalkan dunia baca tulis oleh orang tuanya akan memiliki potensi dan masa depan yang berbeda dengan seorang anak yang menghabiskan waktu bermain setiap hari, tanpa diselingi kegiatan membaca dan menulis oleh orang tua anak tersebut. Seperti pepatah yang masih melegenda hingga hari ini “orang tua cerdas adalah orang tua yang tidak mengajak anaknya menghabiskan waktu seharian di mall, melainkan orang tua yang sering mengajak anaknya ke toko buku dan mengenal dunia luar dengan membaca”.
Miris bahwa masyarakat Indonesia memiliki minat baca yang sangat minim, terbukti dalam survey pada bulan maret 2016 oleh Central Connection State University bahwa keseluruhan total Negara 61, dan Indonesia memiliki posisi 60 yakni tingkat literasi terendah di dunia, posisi 59 yaitu Negara Thailand dan posisi terakhir yaitu Botswana. Adapun data dari UNESCO di tahun yang sama mengemukakan bahwa Indonesia hanya memiliki budaya membaca 0,001% maksudnya terdapat 1000 orang hanya ada 1 orang yang berminat membaca. Jika diartikan literasi adalah kegiatan yang berfokus dengan membaca dan menulis pada sebuah media bacaan yaitu buku. Lantas bagaiman keadaan budaya literasi Indonesia hari ini hingga hari esok?
Melirik keadaan masyarakat Indonesia saat ini khususnya kaum muda di era milenial seakan merasa gengsi dan acuh tak acuh apabila terdapat buku bacaan digenggamannya, selaras keadaannya sangat frustasi apabila kemana-mana tanpa membawa ponsel pintarnya atau dalam artian kelupaan membawa hp. Padahal kita sering mendengar bahwa buku adalah jendela dunia tapi, disatu sisi kita tidak dapat menyalahkan perkembangan teknologi khususnya di bidang informasi kepraktisan dan kenyamanan yang membuat seseorang lebih memilih membawa hp ketimbang buku. Secara garis besar, hp dengan segala kecangihannya lebih memudahkan seseorang untuk mendowload buku-buku yang ingin kita baca, bahkan e-book yang memiliki kapasitas yang lumayan besar tidak tanggung-tanggung di download ketimbang harus membawa buku ratusan lembar. Aplikasi yang semakin canggih mudah dan praktis untuk di download melengkapi ponsel yang kita miliki.
Ketiadaan serta terkikisnya literasi hari ini bermula dari kebiasaan seseorang yang lebih memilih mendengarakan atau menonton video daripada membaca buku secara langsung, perlu kita ketahui bahwa pada saat kita mendegarkan, konsentrasi kita perlahan akan menurun disertai imajinasi serta khayalan kita yang tidak searah, jadi ketika pendengaran terhenti sejenak maka pikiran mencari informasi yang lain. Berbeda dengan membaca, konsentrasi akan meningkat terfokus dengan apa yang sedang kita baca. Lain lagi dengan menonton otak kita akan disuguhkan banyak gambar, bentuk, dan warna, membuat otak kita kelelahan sehingga tidak mampu mencerna informasi itu, melainkan hanya dapat menerima informasi tersebut. Keseimbangan kehidupan literasi hari ini dan seterusnya hanya dapat dicapai ketika adanya kesadaran diri masing-masing, jika kita berkunjung di perpusatakaan ataupun toko-toko buku mungkin tidak seramai dengan pusat perbelanjaan atau mall, tidak jarang kita bertemu dengan orang-orang yang ke toko buku memang karena hobi dalam membaca, atau mahasisiwa tingkat akhir yang sedang mencari referensi, para siswa yang mendapat tugas di sekolah, dan ada juga karena cuma iseng mencari kesibukan. Lain halnya dengan orang yang membaca sambil bermain hp lalu chating hingga akhirnya buku yang dibaca kembali tertutup dengan rapat tidak dilirik sama sekali. Ingin mempermasalahkan teknologi, tapi sama saja menafikkan teknologi. Nah disinilah kita mesti menyeimbangkan kehidupan harus mampu mengatur diri serta membiasakan diri membaca buku-buku yang bermanfaat. Dengan membaca dapat meningkatkan kreativitas dan cara berpikir seseorang dan tentunya menambah wawasan. Oleh karena itu diperlukan penyeimbang dengan cara menulis hal-hal bermanfaat dari buku yang telah kita baca, dengan menulis kita dapat mencurahkan seluruh ide, pendapat, serta argumen-argumen yang menurut kita benar dan layak dengan menanamkan budaya literasi mungkin saja 10 tahun kedepan Indonesia dapat memperbaiki posisi minat baca di dunia.
Ketiaadan literasi akan memacu ketidakseimbangan kehidupan di hari esok karena budaya baca tulis akan mempengaruhi tingkat peradaban manusia, dan menjadi pondasi utama dalam kesimbangan informasi serta kebutuhan hidup. Artinya informasi yang bermutu akan menimbulkan keputusan yang berkualitas, keputusan yang diambil saat ini akan sangat berpengaruh di masa depan. Dapat dikatakan masa depan tergantung dari kaputusan yang kita pilih hari ini, dan keputusan tergantung dari informasi yang kita peroleh semuanya di mulai dari kebiasaan meliterasi.